Fpip.umsida.ac.id – Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) jalani Kuliah Kerja Nyata Kemitraan Internasional (KKN-KI) di Sanggar Belajar (SB) Malaysia, Senin (05/08/2024).
Kegiatan ini merupakan salah-satu program kegiatan dari KKN-KI angkatan 11 yang diselenggarakan oleh Ketua Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTMA) dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Umsida telah mengirimkan enam mahasiswa untuk ikut serta dalam pelaksanaan program KKN ini. Diantaranya adalah empat orang dari prodi PGSD. Salah satunya adalah Fitrah Mujahidah dan Rizka Ashlihatul Lathifah. Mereka ditugaskan untuk mengabdi di Sanggar Belajar (SB) Malaysia. Dua orang ini kini tengah mulai menjalani tugasnya untuk mengajar anak-anak Indonesia yang ada disana. Kegiatan ini memberikan pengalaman mengajar secara langsung dalam pengajaran di lingkungan pendidikan Internasional.
Dengan semangat dan dedikasi yang nyata, membuat mereka berdua siap untuk menerapkan ilmu yang dipelajari dari Umsida untuk berkontribusi dalam pendidikan anak-anak Indonesia yang berada di Malaysia.
Meskipun mereka mengajar anak-anak Indonesia, akan tetapi dalam perjalanan ini pasti tidak lepas dari kendala yang harus dihadapi selama menjalan kegiatan tersebut.
Baca juga: Mahasiswa PGSD Atasi Kendala Usaha Warga Desa Wisata Kelor
Kenyamanan Ibadah Mahasiswa
Dengan keadaan lingkungan yang berbeda dengan Indonesia, tentunya akan menyulitkan untuk beribadah sebagaimana kewajiban seorang muslim. Bagi seorang muslim suara adzan sangat membantu dalam mengingat waktu sholat, akan tetapi dengan kondisi lingkungan yang berbeda tentunya mereka harus terus memantau sendiri waktu sholat dan pengingat sholat menjadi tanggung jawab pribadi.
“Perbedaan waktu disini sangat terasa dan di lingkungan tempat kami tinggal tidak ada adzan, jadi setiap saat harus terus memantau waktu sholat dari HP” Tutur Rizka.
Karena berbeda negara, tentu perbedaan waktu sholat akan terasa lebih mencolok. Dengan perbedaan yang signifikan dari tempat asal, maka hal ini merubah pola dan aturan keseharian mereka.
Dari adanya permasalahan tersebut tentu membawa dampak baik bagi kedisiplinan serta menumbuhkan rasa syukur sebagai seorang muslim di Indonesia.
Kendala Bahasa
Menurut Rizka kendala yang dirasakan saat pertama kali berada disana adalah dari segi Bahasa. Di lingkungan tempat tinggal mereka, kebanyakan didominasi oleh orang-orang dari negara Bangladesh. Karena adanya perbedaan bahasa inilah yang mejadi permasalahan paling utama.
“Tantangan yang selama ini kita rasakan adalah beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Karena di lingkungan kami kebanyakan didominasi oleh orang-orang dari Bangladesh, jadi kami tidak tahu dengan bahasa mereka” Tuturnya.
Dalam proses keseharian tentunya sangat kesulitan untuk berkomunikasi dan berinteraksi, walaupun hanya untuk urusan kecil saja.
“Disini orang-orang Bangladesh lebih sering memakai bahasanya. Ada beberapa yang berjualan disini, jadi setiap berinteraksi kita selalu memakai bahasa isyarat dengan mereka” Tambahnya.
Menurut Fitria, cara yang dapat dilakukan adalah dengan mempelajari dasar-dasar bahasa lokal, tidak ragu untuk bertanya atau mengklarifikasi sesuatu, dan berkolaborasi dengan teman yang lebih mahir dalam bahasa.
Hal tersebut tentu menjadi peluang besar bagi dua orang ini untuk bisa belajar bahasa baru. Tidak hanya itu, adanya tantangan tersebut dapat menjadi jembatan baru untuk mengembangkan keterampilan berinteraksi dengan komunitas Internasional.
Baca juga: Rektor Umsida Berikan Sambutan dalam Pembukaan KKN Kemitraan Internasional
Perbedaan Sistem Pendidikan
Perbedaan menonjol yang dirasakan adalah dari kurikulum dan silabusnya. Menurut Fitria di Indonesia ketetapan standar dari Kemendikbud adalah untuk fokus pada beberapa mata pelajaran. Namun untuk anak-anak yang ada disana, lebih terfokus pada kemampuan bahasa Indonesianya.
“Perbedaan yang terlihat dari kurikulum dan silabus nya, di Indonesia mengikuti standar kemendikbud dengan focus pada pelajaran Pancasila, Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPAS. Sedangkan di sini kami lebih terfokus mengajarkan kemampuan bahasa Indonesia, ini bertujuan agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan bahasa kita” Ucapnya.
Selain itu, nilai dan budaya menjadi salah-satu kesulitan juga. Fitrah menuturkan “Jika di Indonesia menekankan nilai-nilai lokal, budaya, dan sejarah Indonesia sedangkan disini pendidikannya mencerminkan budaya dan nilai dari negara Malaysia”.
Dengan adanya kendala ini selain mendapatkan wawasan yang lebih, mereka juga dapat belajar cara baru dalam pengajaran dan pembelajaran yang mungkin belum mereka ketahui sebelumnya.
Tidak hanya itu dengan adanya perbedaan sistem pendidikan ini, akan lebih melatih mereka untuk mudah beradaptasi dengan kemampuan dan fleksibilitas. Kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam dunia kerja yang mana perubahan dan perbedaan adalah hal yang biasa.
Pengalaman belajar tidak hanya didapatkan dari ruang Kelas saja, akan tetapi bisa kapanpun dan dimanapun. Umsida memberikan kesempatan kamu untuk dapatkan pengalaman belajar budaya asing di luar negeri.
Jika kamu tertarik belajar ke luar negeri, jangan lewatkan kesempatan ini. Daftarkan dirimu di admisi.umsida.ac.id
Penulis: Aisyah Windy