Ingatan seputar peristiwa bencana gempa bumi di Cianjur Jawa Barat pada akhir tahun 2022 silam tentunya masih hangat dalam pikiran kita semua. Bagaimana tidak, gempa sebesar 5,6 Magnitudo tersebut setidak-tidaknya memiliki skala bentang sepanjang kurang lebih 9 kilometer dengan melintasi sedikitnya 9 desa. Merespon kejadian tersebut, banyak pihak kemudian merespon dengan memberikan bala bantuan baik berupa materiil maupun immateriil, salah satunya juga yang telah dilaksanakan oleh para relawan psikososial dari Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan (FPIP) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
Sepuluh relawan tersebut didampingi secara langsung oleh dua Dosen prodi psikologi Umsida yakni Ibu Lely Ika Mariyati M Psi Psikolog dan Bapak Hazim S Ag M Si dan diberangkatkan sebagai relawan psikososial oleh Dr Eko Hardi Ansyah M Psi Psikolog dan Ketua Lazismu Jawa Timur drh Zainul Muslimin pada Selasa (27/12/2022). Dan seluruh rangkaian kegiatan psikososial tersebut berjalan dengan lancar mulai dari Rabu (28/12/2022) sampai dengan Sabtu (28/1/2023).
Faridatul Amailiyah, salah satu relawan psikososial menerangkan bahwa kegiatan para relawan FPIP Umsida disana berfokus pada trauma healing dan psikoedukasi yang selalu berbasis pada attractive activities dan dibersamai dengan kegiatan-kegiatan learning by doing. Selain itu, tim relawan juga melakukan kegiatan tambahan yakni pada sektor pendidikan darurat yang dirasa juga memiliki muatan krusial pasca bencana. Hal tersebut juga dilakukan sejalan dengan misi dakwah berkemajuan Muhammadiyah, yang pada jejak sejarahnya telah membuktikan betapa berdakwah melalui aspek-aspek sosial dan pendidikan dapat membawa pada umat Islam yang berkemajuan secara nyata.
“Alhamdulillah, kedatangan kita disambut dengan hangat oleh masyarakat sehingga rangkaian upaya trauma healing, psikoedukasi maupun juga kegiatan-kegiatan lainnya dapat tersampaikan dan memenuhi target yang kita susun”, terang Amai. Satu-satunya kesulitan yang mungkin sempat dialami ialah hanya seputar perbedaan bahasa serta kebiasaan masyarakat sekitar, kendati demikian hal tersebut bukanlah halangan berarti, sebaliknya adanya sedikit perbedaan tersebut semakin memperluas pengalaman tim yang bertugas. ”Tentunya dengan kesabaran yang ekstra serta ketelatenan yang dilakukan secara perlahan dan bahkan ada beberapa hal detail yang benar-benar harus kita lakukan secara ‘beyond the call of duty’, namun hal tersebut kemudian terbayarkan dengan hasil kegiatan kami yang maksimal, antusiasme masyarakat yang tinggi saling bahu-membahu untuk menguatkan satu sama lain sehingga mampu memberikan senyuman kepada saudara-saudara kita pasca peristiwa bencana tentunya menjadi value yang tak ternilai kemanfaatannya” pungkasnya.
Terakhir, Amai juga berharap agar masyarakat yang menjadi korban bencana disana dapat segera melanjutkan segala aktifitasnya secara normal kembali. Selain itu peningkatan kegiatan psiokosisial semacam ini juga sangat perlu diperhatikan, tak hanya sekedar untuk mempraktekkan apa yang telah didapat di bangku perkuliahan, namun juga untuk menumbuhkan jiwa-jiwa kemanusiaan yang tinggi dengan berlandaskan nilai dakwah persyarikatan.
*Penulis : Arya Bimantara