Pendidikan Anak di Era Society 5.0 Tak Hanya Soal Akademik

Pendidikan anak di era society 5.0 tak hanya soal akademik, begitu ujar Prof Madya Dr Mohd Nazri bin Abdul Rahman asal Univerisiti Malaya Malaysia saat menghadiri Visiting Lecturer dengan tema Optimizing Early Childhood Development dalam kegiatan International Students Exchange di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Rabu (10/01/2024).

Tumbuh Kembang Anak

Perkembangan anak mengacu pada rangkaian perubahan fisik, bahasa, pikiran dan emosi yang terjadi pada diri seorang anak sejak lahir hingga awal masa dewasa. Selama proses ini seorang anak berkembang dari ketergantungan pada orang tua/wali menjadi peningkatan kemandirian.

Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh faktor genetik (gen yang diturunkan dari orang tuanya) dan kejadian selama kehidupan pranatal. Hal ini juga dipengaruhi oleh fakta lingkungan dan kemampuan belajar anak.

Tumbuh kembang anak ini harus dipahami oleh orang tua maupun guru. Terutama generasi di era society 5.0 ini memiliki mental dan cara berpikir yang berbeda dari generasi sebelumya.

Pengaruh Pendidikan

Pendidikan Anak di Era Society 5.0 Tak Hanya Soal Akademik

Jika seorang anak menempuh pendidikan sarjana cara berpikirnya akan berbeda dengan orang yang menempuh pendidikan hingga program S3. Meski mereka seorang influencer politikus terkenal maupun lainnya.

“Karena itu kita pahami bahwa perubahan dan perkembangan anak akan mengikuti pendidikan yang di jalani. Tingkatan pendidikan itu juga memiliki pengaruh kepada lingkungan anak,” Ungkapnya.

Hal inilah yang dimaksud bahwa lingkungan atau environment mempengaruhi perkembangan anak. Ini sejalan dengan kalimat yang sering kita dengar bahwa siapapun teman kita akan mempengaruhi cara berpikir kita seperti pepatah mengatakan bahwa jika berkawan dengan penjual parfum maka kita juga akan ikut harum.

Faktor pentingnya lingkungan pendidikan ini sudah bisa dibaca oleh orang tua modern. Sehingga mereka akan selektif dalam memilih sekolah untuk anak-anaknya salah satunya adalah Umsida. Menurut Prof Nazri selama ia berkunjung ke Umsida, mahasiswa di Umsida mendapatkan pendidikan lifeskill yang cukup bagus. Maka Ia yakin para wali mahasiswa telah memilih Universitas yang tepat bagi putra putrinya.

Tak hanya memberikan tempat pendidikan yang layak, orang tua terutama ibu pasti ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya bahkan sebelum dilahirkan. Pada trimester pertamahingga trimester akhir seorang ibu muslim akan membacakan ayat-ayat al quran dengan berharap wajah putra atau putrinya akan menawan, fisiknya sempurna dan memiliki akhlak teladan.

Pendidikan Karakter dan Akhlak

Pendidikan Anak di Era Society 5.0 Tak Hanya Soal Akademik

Selanjutnya Prof Nazri menggunakan aplikasi padlet agar diisi oleh mahasiswa Umsida dengan menceritakan masa kecil mereka yang terkenang hingga hari ini. Dari hasil pengisian form tersebut Ia menyimpulkan bahwa setiap anak memiliki perjalanan yang unik untuk perkembangan mereka.

Jika orang tua lalai dalam mengawasi anaknya banyak hal yang akan terjadi. “Seperti pengalaman mahasiswa saya jika dibaca portofolio perkembangannya sangat bagus dan indah perjalanan masa kecilnya bahkan prestasinya juga cukup baik di bidang akademik, tapi siapa sangka di balik perjalanannya yang terlihat indah itu ternyata ia memiliki 20 sayatan di.tangannya dia mengatakan bahwa itu sebagai pelampiasannya. Karena setiap hari dia merasa dunia berbisik di telinganya,” Terangnya.

Dari studi kasus tersebut membuktikan bahwa mendampingi perkembangan anak tidak boleh meninggalkan satu aspek yang penting yaitu aspek spiritualis.

Saat ini banyak remaja memiliki kemampuan akademik yang luar biasa tapi sebenarnya di dalam dirinya mereka merasa hampa. Maka kepada mahasiswa Umsida sebagai calon guru harus mampu memahami dan mengikuti perkembangan era saat ini. Di era 5.0 ini mayoritas anak-anak memiliki pribadi yang pendiam tapi sangat aktif mengungkapkan perasaan dan berbicara pada dunia digital.

“Mereka lebih mudah mengungkapkan apa yang mereka rasakan dan apa aktivitas keseharian mereka pada screen yang tidak memiliki perasaan. Mereka baru akan merasa bahagia apabila apa yang mereka posting di Instagram itu mendapatkan komentar. Setelah tidak lagi ada komentar dalam akunnya, remaja saat ini kebanyakan akan kembali merasa kesepian dan emosi sehingga mereka memposting lagi gambar gambar yang mengungkapkan emosi mereka agar mendapatkan perhatian di dunia digital lagi,” Ungkapnya.

“Ini yang saya kenal sebagai generasi strawberry, dari luar mereka terlihat indah dan sempurna tapi di dalamnya sangat rapuh,” Imbuhnya.

Memahami kondisi ini mahasiswa FPIP Umsida sebagai calon pendidik diharapkan memahami konsep pendidikan itu sendiri. Tak hanya itu mereka dituntut memahami kondisi anak bukan sesuai dengan era pendidiknya tapi sesuai dengan era pelajar saat itu.

Sebagai calon guru juga harus mampu mengidentifikasi dan membuat para siswanya mengenali identitas mereka. Saat ini sudah banyak guru yang memiliki penilaian otentik perkembangan siswa nya dari awal mereka masuk hingga mereka lulus. Tak hanya bidang akademik, guru juga bertanggung jawab atas pendidikan akhlak dan sosial siswa.

Penulis: Rani Syahda

*Sumber Berita : Umsida