fpip.umsida.ac.id – Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan (FPIP) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) terus memperkuat pemahaman mahasiswa dalam pendidikan inklusi melalui serangkaian pelatihan intensif. Pada sesi pelatihan pendidikan inklusi yang berlangsung pada Selasa 4 dan 11 Februari 2025, peserta mendalami pendekatan Positive Partnerships dalam menangani anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusif.
Materi ini disampaikan oleh Achmad Nurhadi MPd yang merupakan Guru di SMALB Karya Mulia Surabaya. Beliau menjelaskan bagaimana strategi kemitraan antara sekolah, keluarga, dan komunitas dapat membantu optimalisasi hasil belajar bagi anak berkebutuhan khusus. Pelatihan ini bertujuan untuk membekali calon guru dengan keterampilan dalam merancang dan menerapkan strategi pendidikan yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan setiap anak.
Membangun Kemitraan Positif dalam Pendidikan Inklusi
Pendekatan Positive Partnerships menekankan pentingnya kerja sama antara guru, orang tua, dan tenaga ahli dalam mendukung perkembangan anak berkebutuhan khusus. Strategi ini dituangkan dalam Planning Matrix, sebuah alat perencanaan yang membantu dalam memahami karakteristik anak, dampak yang ditimbulkan oleh hambatan yang mereka alami, serta strategi pembelajaran yang sesuai.
Dalam pelatihan ini, peserta diajak untuk memahami lima aspek utama dalam perancangan Planning Matrix, yaitu:
Komunikasi – bagaimana anak berinteraksi secara verbal atau nonverbal dengan lingkungan sekitar.
Interaksi sosial – pemahaman anak terhadap aturan sosial, kemampuan bersosialisasi, dan pengendalian emosi.
Perilaku berulang dan ketertarikan tertentu – bagaimana anak merespons rutinitas dan perubahan di lingkungan mereka.
Proses sensoris – bagaimana anak bereaksi terhadap rangsangan sensoris seperti suara, cahaya, atau sentuhan.
Proses informasi dan gaya belajar – bagaimana anak menyerap dan memproses informasi selama pembelajaran berlangsung.
Achmad Nurhadi menegaskan bahwa peran guru dalam pendidikan inklusi tidak hanya sebatas menyampaikan materi, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan anak secara holistik. “Melibatkan keluarga dalam proses pendidikan sangat penting agar strategi pembelajaran yang diterapkan di sekolah dapat berkesinambungan dengan pendampingan di rumah,” jelasnya.
Implementasi Planning Matrix dalam Studi Kasus
Sebagai bagian dari pelatihan, peserta diajak untuk menerapkan konsep Planning Matrix melalui studi kasus nyata di sekolah inklusif.
Salah satu contoh kasus yang dibahas adalah Kevin, seorang anak dengan spektrum autisme yang tidak menggunakan bahasa verbal dalam berkomunikasi dan mengalami kesulitan dalam memahami instruksi. Untuk membantunya, tim pendidik menyusun strategi dengan menggunakan kartu visual sebagai alat bantu komunikasi serta memberikan instruksi dalam bentuk gambar.
Kasus lainnya adalah seorang siswa tunarungu yang mengalami keterbatasan dalam memahami percakapan verbal. Solusi yang diterapkan dalam Planning Matrix mencakup penggunaan bahasa isyarat, komunikasi visual, serta pelibatan teman sekelas dalam interaksi sosial agar siswa lebih mudah beradaptasi.
Peserta pelatihan juga membahas kasus siswa dengan gangguan pemrosesan sensoris yang kesulitan beradaptasi dengan lingkungan yang bising. Sebagai solusinya, strategi yang dirancang meliputi penyediaan headphone peredam suara, penyesuaian posisi duduk di kelas, serta pemberian waktu istirahat sensoris yang lebih fleksibel.
Melalui kegiatan ini, peserta tidak hanya memahami konsep secara teoritis, tetapi juga belajar menerapkan strategi praktis yang dapat digunakan di ruang kelas inklusif. Salah satu peserta pelatihan menyampaikan bahwa studi kasus ini memberikan wawasan baru tentang pentingnya fleksibilitas dalam pendekatan pembelajaran.
Harapan dan Masa Depan Pendidikan Inklusi di Umsida
Pelatihan pendidikan inklusi yang diadakan oleh PGSD Umsida menjadi bukti nyata komitmen universitas dalam menyiapkan calon guru yang siap menghadapi tantangan di dunia pendidikan. Dengan memahami konsep Positive Partnerships dan Planning Matrix, mahasiswa diharapkan dapat lebih percaya diri dalam menangani anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif.
Selain membekali mahasiswa dengan keterampilan teknis, pelatihan ini juga menanamkan nilai-nilai empati dan kepekaan sosial yang sangat diperlukan dalam pendidikan inklusi. Dengan adanya pendekatan berbasis kemitraan, diharapkan sekolah dan keluarga dapat bekerja sama dalam menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan suportif.
“Sebagai calon guru, kita perlu memahami bahwa setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda. Dengan pendekatan yang tepat, kita bisa membantu mereka mencapai potensi terbaiknya,” ujar salah satu peserta.
Umsida terus berkomitmen untuk menghadirkan pelatihan dan inovasi pendidikan yang mendukung perkembangan anak berkebutuhan khusus. Melalui penerapan konsep Positive Partnerships, diharapkan pendidikan inklusi di Indonesia dapat terus berkembang dan memberikan manfaat bagi seluruh peserta didik.
Penulis: Mutafarida