fpip.umsida.ac.id — Pelatihan Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA) dilaksanakan dalam 5 hari mulai dari hari Senin-Jum’at (14-18/07/2025). Pelatihan KKA hari pertama dilaksanakan di ruang kelas 702-705 GKB 3, Kampus 1 Umsida. Kegiatan ini merupakan bagian dari program pelatihan yang bertujuan untuk memperkenalkan dan mengembangkan kemampuan pengajaran KKA kepada para guru dari berbagai sekolah di Sidoarjo khususnya tingkat dasar — SMP dan tingkat menengah — SMA/SMK.
Pelatihan hari pertama dimulai dengan penjelasan dan praktik mengenai penggunaan Learning Management System (LMS) pada setiap kelas. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pembelajaran dan pengumpulan materi. Peserta dibagi menjadi empat kelompok, masing-masing terdiri dari 9 orang. Setiap kelompok diberi tugas untuk mempelajari modul dan mendiskusikan materi sebelum mengerjakan lembar kerja (LK) yang kemudian harus diunggah ke LMS.
Pada kelas Pendidikan Dasar (Dikdas) SMP A memulai dengan Modul 1, dimana nantinya modul ini akan dipelajari oleh masing-masing kelompok dan didiskusikan bersama. Setelah itu, dilanjutkan dengan mempresentasikan hasil diskusi setiap kelompok di depan kelas pelatihan. Proses presentasi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang telah dipelajari dan memperkuat keterampilan komunikasi serta pengajaran para guru.
Pendekatan Unplugged untuk Melatih Siswa Berpikir Lebih Sistematis
Pada sesi presentasi, kelompok 4 memaparkan beberapa miskonsepsi tentang pengajaran koding dan KA di tingkat SMP. Salah satu yang menjadi perhatian adalah pandangan bahwa koding hanya dapat diajarkan melalui komputer (plugged) dan hanya diajarkan di bidang informatika. Ketua Kelompok 4 di kelas Dikdas — SMP A, menyampaikan bahwa hal ini merupakan pandangan yang keliru.
“Koding dan kecerdasan artifisial tidak harus diajarkan menggunakan komputer. Kita bisa menerapkan koding secara unplugged, yaitu menggunakan metode visual dan permainan. Hal ini bertujuan untuk membantu siswa berpikir secara sistematis tanpa harus bergantung pada alat elektronik,” ujarnya.
Selain itu, penting bagi para guru untuk memahami bahwa pembelajaran koding harus lebih dari sekadar mengajarkan cara menulis kode. “Tujuan utama dari pengajaran koding adalah untuk mengajarkan siswa cara berpikir secara logis dan komputasional,” tambahnya.
Beberapa praktik baik yang dibahas dalam pelatihan ini termasuk melakukan kegiatan tanpa perangkat elektronik (unplugged) untuk melatih siswa berpikir secara terstruktur. Selain itu, peserta diajarkan bagaimana mengintegrasikan koding di luar mata pelajaran informatika, memberikan ruang bagi siswa untuk mengerjakan proyek sebagai pembelajaran bermakna.
Menciptakan Inovasi Pembelajaran Digital untuk Penerapan KKA di Sekolah
Salah satu topik utama dalam pelatihan ini adalah pengenalan dan penerapan KKA yang dianggap penting untuk perkembangan siswa di era digital. Namun, terdapat beberapa tantangan terkait penerapan KKA di sekolah. Kelompok 1 dalam presentasinya mengungkapkan beberapa kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan KKA di sekolah, seperti kurangnya pengetahuan, keterbatasan teknologi, serta penggunaan yang belum bijak oleh siswa.
“Tidak semua sekolah dapat mengakses alat atau teknologi yang dibutuhkan untuk pengajaran KKA. Bahkan, beberapa sekolah hanya memiliki tablet sebagai alat bantu. Namun, yang terpenting adalah kemampuan siswa untuk mengidentifikasi masalah dan menemukan solusi, dan itu bisa dilakukan meski dengan keterbatasan teknologi,” ujar salah seorang peserta pelatihan.
Ketua Kelompok 1 juga menegaskan bahwa KKA dapat berdiri sendiri sebagai mata pelajaran atau diintegrasikan dengan mata pelajaran lain, tergantung pada kebutuhan masing-masing sekolah.
“Pengajaran KKA bisa dimasukkan dalam mata pelajaran lain, seperti matematika, untuk memberi siswa pengalaman yang lebih aplikatif. Ini bisa menjadi inspirasi untuk inovasi pembelajaran di sekolah,” tambahnya.
Fleksibilitas dan Inovasi untuk Pengajaran yang Lebih Komprehensif
Fitria Nur Hasanah MPd, selaku fasoilitator Kelas Dikdas — SMP A menekankan mengenai KKA dalam peraturan akademik. “Sesuai dengan aturan akademik, KKA dapat diajarkan baik sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri atau diintegrasikan dengan mata pelajaran lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah.”
Hal ini membuka peluang bagi ide-ide inovatif, seperti yang disampaikan oleh Pak Idris, untuk diterapkan dalam pembelajaran di sekolah. Terkait penerapan modul, Fitria NH menegaskan, “Penerapan koding dan kecerdasan artifisial (KA) tidak harus urut, melainkan dapat disesuaikan dengan kebutuhan sekolah.” Meskipun demikian, Kementerian Pendidikan telah menyusun modul dengan pertimbangan yang matang, sehingga diharapkan bobot modul sudah sesuai.
Dr Rahmania Sri Untari MPd, selaku selaku fasoilitator Kelas Dikdas — SMP A juga mengapresiasi pemaparan presentasi yang dilakukan oleh Kelompom 4 dan Kelompok 1 yang sudah menganalisis miskonsepsi, menemukan solusi, dan memunculkan praktik baik.
Bu Rahmania juga menambahkan, “Penerapan algoritma melalui flowchart (peta konsep) dan dipraktikkan melalui program merupakan pendekatan yang komprehensif dalam pengajaran KKA.”
Pelatihan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis para guru, tetapi juga untuk memberikan mereka kemampuan dalam merancang pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk berpikir secara kritis dan kreatif di tengah perkembangan teknologi yang pesat.
Penulis: Mutafarida