fpip.umsida.ac.id – Pendidikan inklusi menjadi salah satu topik penting dalam dunia pendidikan saat ini. Untuk meningkatkan pemahaman mengenai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan (FPIP) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) mengadakan pelatihan pendidikan inklusi untuk mahasiswa semester 7 pada 3 Februari 2025 di SLB Negeri Gedangan.
Dalam acara ini, Miseri MPd, selaku keynote speaker, menegaskan pentingnya peran tenaga pendidik dalam mendukung pendidikan inklusi. “Kita tidak tahu apa yang terjadi nantinya, semoga profesi kita saat ini membantu masyarakat,” ungkapnya dalam sambutannya.
Pelatihan ini tidak hanya membahas teori pendidikan luar biasa tetapi juga memberikan wawasan mengenai layanan khusus yang tersedia di SLB. Salah satunya adalah layanan individu seperti fisioterapi yang diberikan kepada peserta didik yang mengalami tantrum. “Misalnya ada anak yang mengalami kondisi tertentu, seperti mengeluarkan air liur secara berlebihan, maka kami memberikan layanan pijatan agar mereka lebih tenang,” ujar Miseri.
SLB Negeri Gedangan juga memiliki fasilitas khusus seperti penyangga sepanjang jalan untuk memudahkan mobilitas anak berkebutuhan khusus. “Kami ingin menciptakan lingkungan yang nyaman dan ramah bagi semua peserta didik,” tambahnya.
Mengenal Berbagai Jenis ABK dan Pendidikan Luar Biasa
Dalam pelatihan ini, peserta juga mendapatkan wawasan mengenai berbagai kategori Sekolah Luar Biasa (SLB) yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, antara lain:
- SLB A untuk anak tunanetra
- SLB B untuk anak tunarungu
- SLB C untuk anak tunagrahita
- SLB D untuk anak tunadaksa
- SLB G untuk anak tunaganda
Pendidikan luar biasa juga mencakup anak-anak dengan latar belakang sosial yang beragam, mulai dari korban bencana, anak-anak dari eks lokalisasi Dolly, hingga anak-anak dari komunitas suku terasing.
Fakta menarik lainnya adalah kehadiran grup musik angklung Delta Karna, yang dibentuk oleh peserta didik SLB Negeri Gedangan. Nama “Delta Karna” berasal dari filosofi pewayangan Prabu Karna, yang lahir dari telinga, sebagai simbol pendengaran peserta didik tunarungu. Sementara itu, kata “Delta” merujuk pada Sidoarjo yang dikenal dengan sebutan Kota Delta.
Menurut seorang pengajar di SLB Negeri Gedangan, latar belakang keluarga juga menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan anak berkebutuhan khusus. “Banyak dari mereka berasal dari keluarga dengan ekonomi rendah, broken home, bahkan ada yang orang tuanya pengguna narkoba,” tuturnya.
Sayangnya, masih ada tantangan besar dalam pendidikan luar biasa. “Jika seorang peserta didik luar biasa lulus sekolah tetapi masih belum bisa membaca, itu artinya gurunya belum memahami metode pembelajaran yang tepat,” ungkap salah satu peserta pelatihan.
Karakteristik ABK dan Cara Pendekatannya
Agar lebih memahami kebutuhan anak berkebutuhan khusus, peserta pelatihan juga diberikan pemahaman mendalam mengenai berbagai karakteristik ABK:
- ABK Tunanetra
- Memiliki akurasi penglihatan 6/60.
- Mengandalkan pendengaran dan perabaan dalam pembelajaran.
- ABK Tunarungu
- Kesulitan berbicara akibat gangguan pendengaran.
- Dapat dilatih dengan alat bantu dengar dan pendekatan oral.
- ABK Tunagrahita
- Kesulitan dalam mengingat dan memecahkan masalah.
- Memiliki perkembangan motorik yang lebih lambat, seperti terlambat belajar duduk atau berjalan.
- ABK Tunadaksa
- Mengalami gangguan gerak, namun kecerdasan tetap normal atau bahkan tinggi.
- Penanganan dilakukan melalui fisioterapi dan bimbingan diri.
- ABK Tunalaras
- Sering menunjukkan perilaku agresif, mudah emosi, dan sulit memahami perasaan orang lain.
- Rentan terhadap tekanan dan sulit memahami isyarat sosial.
Pemahaman mengenai karakteristik ini sangat penting bagi tenaga pendidik agar mereka dapat memberikan pembelajaran yang lebih efektif dan inklusif.
Pelatihan pendidikan inklusi di SLBN Gedangan ini menjadi langkah konkret dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan luar biasa. Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan para pendidik semakin memahami kebutuhan serta strategi terbaik dalam mendidik anak berkebutuhan khusus.
Acara ini juga menegaskan bahwa setiap anak, tanpa terkecuali, berhak mendapatkan pendidikan yang layak. “Pendidikan inklusi bukan hanya tentang menerima mereka di sekolah umum, tetapi juga tentang bagaimana kita memahami dan mendukung mereka dengan cara yang tepat,” tutup salah satu peserta pelatihan.
Dengan pelatihan seperti ini, diharapkan pendidikan inklusi di Indonesia semakin berkembang, sehingga tidak ada lagi anak berkebutuhan khusus yang tertinggal dalam dunia pendidikan.
Penulis: Mutafarida